Perseteruan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Mahkamah Agung (MA) yang tengah berkonflik ini sebaiknya diselesaikan di Mahkamah Konsitusi (MK). Menurut Agung Laksono, konflik itu sebaiknya diselesaikan ke MK tanpa harus ribut-ribut. Pada rapat konsultasi BPK dan Komisi III DPR, Anwar Nasution menyampaikan, BPK melaporkan pimpinan MA ke POLRI pada 13 September 2007 karena lembaga peradilan tertinggi itu menolak audit BPK soal penggunaan biaya perkara. Sesuai UU No 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, pihak menghalangi pelaksanaan pemeriksaan dianggap melakukan tindak pidana.
Sementara itu, Mabes Polri mengatakan laporan BPK terhadap MA mengenai penolakan audit soal penggunaan biaya perkara diterima 18 September 2007. Laporan BPK saat ini masih dipelajari apakah merupakan tindak pidana atau bukan. "Laporan tertulis sudah diterima 18 September dan sekarang sedang dipelajari apakah ada porsi polisi, yakni ada tindak pidana atau tidak," kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Sisno Adiwinoto di Mabes Polri, Jl Trunojoyo.
Alasan MA untuk tidak menyetor hasil pungutan itu ke kas negara sangatlah sederhana, yaitu untuk biaya operasional persidangan misalnya biaya pengiriman berkas perkara ke daerah terpencil. Sebaliknya bagi BPK, setiap sen pungutan dari rakyat harus menjadi milik negara. Pungutan perkara dalam persepsi BPK masuk kategori penerimaan negara bukan pajak yang harus disetor ke negara dan wajib diaudit untuk kemudian dilaporkan kepada publik melalui lembaga perwakilan rakyat. Hakikatnya transparansi dalam mengelola keuangan.
MA bukan tidak tahu ada ketentuan undang-undang yang mengatur mengenai pungutan. Bahwa setiap pungutan masuk kas negara dan kebutuhan lembaga dialokasikan melalui APBN. Kita juga sangat yakin MA bukan tidak tahu tugas BPK untuk mengaudit keuangan negara. Lantas, mengapa MA tetap tidak mau diaudit? Di situlah letak persoalan sesungguhnya. Benarkah uang yang masuk rekening MA itu digunakan hanya untuk kepentingan lembaga tanpa sesen pun dipakai untuk kepentingan di luar itu?
Rentetan pertanyaan itu harus dijawab secara transparan dan akuntabel. Untuk itulah, seharusnya dengan senang hati MA menerima uluran tangan BPK melakukan audit agar publik tidak menaruh curiga atas penggunaan uang tersebut. Hasil audit itulah jawaban atas keraguan publik. Kita sangat mendukung keinginan Ketua BPK Anwar Nasution membentuk tertib hukum di Indonesia. Tidak boleh ada instansi yang mengumpulkan dan menggunakan uang itu sesukanya sendiri tanpa laporan kepada rakyat secara akuntabel.
Sudah saatnya MA memberi teladan kepada publik untuk menaati semua ketentuan perundang-undangan dan konstitusi. Jika tidak, sudah saatnya pula rakyat memaksa MA mereformasi diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar